Mantan
Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan keputusan Presiden Joko Widodo
mencabut subsidi bahan bakar minyak sudah tepat untuk mengurangi
defisit transaksi berjalan. "Alhamdulilah, benar sekali langkah itu,"
kata Chatib di Jakarta, Selasa, 25 November 2014. "Saya enggak melihat
kebijakan lain lebih benar selain kenaikan BBM."
Dengan
menaikkan harga BBM subsidi, menurut Chatib, maka ruang fiskal terbuka
lebar bagi pemerintah untuk merelokasi subsidi BBM ke sektor produktif.
"Kan nantinya bisa membangun infrastruktur dan lainnya, keputusannya
tepat sekali," ungkapnya. (Baca: Menkeu Paparkan Manfaat Harga BBM Naik ke Investor)
Chatib
kemudian menceritakan kondisi saat Presiden SBY menaikkan harga BBM
dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.500 pada 22 Juni 2013. Jika saat itu SBY tak
mengurangi subsidi BBM, maka krisis 1998 bakal terulang. (Baca: Tanri Abeng: Kalau Mengerti, Kenaikan BBM Itu Baik)
Paska
didapuk menjadi Menteri Keuangan menggantikan Agus Martowardjojo pada
21 Mei 2013, Chatib langsung dihadapkan pada persoalan pelik ekonomi,
salah satunya laporan Ben Bernanke yang memberi sinyal jika tapering off
yang dilakukan Amerika Serikat berimbas terhadap pelemahan kurs rupiah.
"Opsinya saat itu hanya menaikan BBM subsidi supaya defisit transaksi
berjalan lebih kecil," ungkapnya. (Baca juga: BBM Kerap Naik, Cuma Jokowi yang Diinterpelasi)
Dengan
perhitungan matang, Chatib akhirnya menenteng proposal rencana kenaikan
harga BBM sebesar 44 persen di muka DPR. "Saat itu saya tidak bilang
(krisis) karena menjabat sebagai menteri keuangan, kalau bilang,
masyarakat tentu panik," ujarnya.
Keputusan
mencabut subsidi BBM tersebut disambut kenaikan BI rate oleh Bank
Indonesia yang membuat mata uang rupiah tertekan. Namun keberanian itu
memberikan hasil dengan menyempitnya defisit transaksi dari US$ 10
miliar menjadi US$ 4 miliar. "Kita akhirnya berhasil keluar dari krisis
bulan Januari 2014," paparnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar