Kisah Ustadz Cahyadi Takariawan tentang Penjual Tape yang luar biasa.
Read More ya!
Saya pernah punya sahabat di Yogyakarta, seorang kakek tua penjual tape singkong keliling dengan sepeda kayuh.
Hampir setiap hari ia lewat di depan rumah kontrakan saya ketika masih
hidup mengontrak di Kota Jogja sekitar tahun 2002 – 2005. Bahkan kakek
tua ini sering berhenti berlama-lama di depan rumah kontrakan, sampai
saya keluar dan membeli tapenya.
Saking seringnya bertemu, akhirnya kami menjadi sahabat. Pantasnya ia
menjadi bapak saya, melihat usianya. Sampai saya sering mengunjungi
rumahnya yang sangat sederhana di daerah Sleman.
Menilik kondisi rumahnya, penampilan dan usahanya, tampak kalau ia hidup
dalam berbagai bentuk kesulitan. Rumahnya berdinding anyaman bambu,
dengan genting kuno yang kecil ukurannya, serta lantai dari tanah tanpa
ada tembok semen sama sekali.
Jika musim hujan, selalu tiris, air masuk ke dalam rumahnya, dan membuat
lantai rumahnya ditumbuhi rumput karena kerap tersiram air hujan.
Di rumahnya tidak ada motor. Hanya ada satu sepeda kayuh yang ia gunakan untuk jualan tape keliling Kota Jogja.
Yang sangat mengagumkan bagi saya, ia lebih sering bercerita tentang
kebahagiaan hidupnya sebagai penjual tape. Bukan bercerita tentang
kegetiran hidup yang dialami.
Mungkin karena kegetiran itu sudah dirasakan setiap hari, maka menjadi
tidak berasa lagi baginya. Yang lebih ia rasakan adalah kegembiraan,
maka itu yang selalu diceritakan.
Ia selalu antusias menceritakan kegembiraan yang dirasakan ketika ada
“orang-orang penting” membeli tape singkongnya, bahkan selalu mengulang
cerita tentang seorang dokter yang berlangganan membeli tapenya.
Contoh kegembiraanya seperti ini.
“Yang membeli tape saya itu orangnya bermobil. Mobil mereka
bagus-bagus”, cerita sang kakek dengan wajah berbinar-binar saking
bahagianya.
Saya bayangkan, mereka yang punya mobil belum tentu sebahagia kakek itu.
Namun kakek yang tidak punya mobil, justru merasakan kebahagiaan yang
tidak didapatkan oleh para pemilik mobil.
Begitulah cara ia menikmati hidup. Barangkali ia ingin berpesan, hidup
itu terlalu indah untuk dikesali. Nikmati saja semua problematika dalam
kehidupan, agar kita selalu bahagia walau penuh dengan keterbatasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar