Kelebihan dan Kekurangan Kurikulum 2013
Padang
(ANTARA News) - Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud)
Musliar Kasim memaparkan keunggulan kurikulum 2013 di hadapan ratusan
mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dan para dosen
Universitas Bung Hatta Padang, Sumatera Barat.
Pemaparan berlangsung dalam seminar nasional bertema "Menyongsong Kurikulum 2013 mewujudkan Indonesia Cerdas 2020" yang diselenggarakan mahasiswa FKIP UBH di Kampus Ulak Karang Padang, Sabtu.
"Keinginan untuk memaparkan dan menjelaskan tentang kurikulum 2013 sudah lama, karena dalam perumusannya melibatkan sekitar 500 pakar dan ahli di bidangnya," ujarnya.
Menurut dia, upaya penyempurnaan kurikulum 2013 karena melihat hasil tren pelajaran matematika internasional, menunjukkan hasil dari matematika, bahasa dan sains anak-anak Indonesia nilainya rendah.
Peserta didik dari Indonesia, hanya mampu menjawab soal-soal yang level kategori rendah hingga menengah saja, artinya bisa mencapai `intermediate`, sedangkan anak-anak dari berbagai negara seperti China, Korea dan Jepang termasuk Singapura, sudah dapat menjawab soal yang sulit dan level lanjutan.
Ia mengatakan, jika dilihat data pada nilai matematika anak didik pada 2007 lebih tinggi dibandingkan pada 2011 --hanya mampu menjawab soal-soal hafalan.
Oleh karena itu, tiga mata pelajaran (bahasa, matematika dan sejarah) untuk tingkat SMA menjadi wajib dan posisi terdepan dibandingkan yang lainnya.
Menurut dia, mencetak generasi yang berkualitas dan berdaya saing dengan kompetisi sesuai tuntutan dunia abad 2021, maka perlu dibentuk karakter dan keilmuan sejak sekarang.
Seperti apa generasi yang diinginkan dunia ke depan, katanya, perlu dididik dari sekarang agar dapat digunakan oleh anak-anak yang tamat 20-30 tahun ke depan.
"Kita ingin mewujudkan bahwa kompetensi yang dibutuhkan masyarakat abad 21, keseimbangan antara `soft skills dan hard skills`. Maka dalam kurikulum 2013 memberikan ruang agar anak dapat menguasai tiga kompetensi sekaligus, meliputi sikap, keterampilan dan pengetahuan," katanya.
Alasan lain untuk penyempurnaan kurikulum tersebut, tentu melalui penerapan kurikulum 2013 supaya dapat membangun kecintaan peserta didik terhadap negara sendiri.
Musliar menyampaikan, dalam kurikulum 2013 hasil tidak penting lagi, tapi bagaimana proses yang dilakukan peserta didik dimengerti dan dipahaminya.
Justru itu, ke depan menghitung bukan suatu hal yang penting dalam mata pelajaran matematika, tapi bagaimana anak didik memformulasikan, artinya anak yang akan mencari tahu dan bukan ditunjukkan seperti selama ini.
"Belajar untuk mata pelajaran matematika khusus untuk tingkat dasar akan lebih konkret lagi, seperti menghitung dengan menggunakan lidi dan jenis lainnya. Selama ini yang diketahui tentang matematika hanya menghitung dan ke depan bagaimana merumuskan," katanya.
Jadi, pembelajaran yang cocok bisa merumuskan masalah, menanyakan dan bukan hanya menyelesaikan masalah dan menjawab semata, karena kalau hafalan akan mudah lupa.
"Yang penting dalam kurikulum 2013 bukan jawabnya, tapi prosesnya seperti apa peserta didik menyelesaikan persoalan itu, biar pun tidak benar, tapi prosesnya benar-benar berjalan," tegasnya.
Selain itu, tambah dia, metode pembelajaran ke depan menghindari pengerjaan yang mekanistis, tetapi lebih pada analitikal sehingga tidak seperti pekerjaan sehari-hari.
Pemaparan berlangsung dalam seminar nasional bertema "Menyongsong Kurikulum 2013 mewujudkan Indonesia Cerdas 2020" yang diselenggarakan mahasiswa FKIP UBH di Kampus Ulak Karang Padang, Sabtu.
"Keinginan untuk memaparkan dan menjelaskan tentang kurikulum 2013 sudah lama, karena dalam perumusannya melibatkan sekitar 500 pakar dan ahli di bidangnya," ujarnya.
Menurut dia, upaya penyempurnaan kurikulum 2013 karena melihat hasil tren pelajaran matematika internasional, menunjukkan hasil dari matematika, bahasa dan sains anak-anak Indonesia nilainya rendah.
Peserta didik dari Indonesia, hanya mampu menjawab soal-soal yang level kategori rendah hingga menengah saja, artinya bisa mencapai `intermediate`, sedangkan anak-anak dari berbagai negara seperti China, Korea dan Jepang termasuk Singapura, sudah dapat menjawab soal yang sulit dan level lanjutan.
Ia mengatakan, jika dilihat data pada nilai matematika anak didik pada 2007 lebih tinggi dibandingkan pada 2011 --hanya mampu menjawab soal-soal hafalan.
Oleh karena itu, tiga mata pelajaran (bahasa, matematika dan sejarah) untuk tingkat SMA menjadi wajib dan posisi terdepan dibandingkan yang lainnya.
Menurut dia, mencetak generasi yang berkualitas dan berdaya saing dengan kompetisi sesuai tuntutan dunia abad 2021, maka perlu dibentuk karakter dan keilmuan sejak sekarang.
Seperti apa generasi yang diinginkan dunia ke depan, katanya, perlu dididik dari sekarang agar dapat digunakan oleh anak-anak yang tamat 20-30 tahun ke depan.
"Kita ingin mewujudkan bahwa kompetensi yang dibutuhkan masyarakat abad 21, keseimbangan antara `soft skills dan hard skills`. Maka dalam kurikulum 2013 memberikan ruang agar anak dapat menguasai tiga kompetensi sekaligus, meliputi sikap, keterampilan dan pengetahuan," katanya.
Alasan lain untuk penyempurnaan kurikulum tersebut, tentu melalui penerapan kurikulum 2013 supaya dapat membangun kecintaan peserta didik terhadap negara sendiri.
Musliar menyampaikan, dalam kurikulum 2013 hasil tidak penting lagi, tapi bagaimana proses yang dilakukan peserta didik dimengerti dan dipahaminya.
Justru itu, ke depan menghitung bukan suatu hal yang penting dalam mata pelajaran matematika, tapi bagaimana anak didik memformulasikan, artinya anak yang akan mencari tahu dan bukan ditunjukkan seperti selama ini.
"Belajar untuk mata pelajaran matematika khusus untuk tingkat dasar akan lebih konkret lagi, seperti menghitung dengan menggunakan lidi dan jenis lainnya. Selama ini yang diketahui tentang matematika hanya menghitung dan ke depan bagaimana merumuskan," katanya.
Jadi, pembelajaran yang cocok bisa merumuskan masalah, menanyakan dan bukan hanya menyelesaikan masalah dan menjawab semata, karena kalau hafalan akan mudah lupa.
"Yang penting dalam kurikulum 2013 bukan jawabnya, tapi prosesnya seperti apa peserta didik menyelesaikan persoalan itu, biar pun tidak benar, tapi prosesnya benar-benar berjalan," tegasnya.
Selain itu, tambah dia, metode pembelajaran ke depan menghindari pengerjaan yang mekanistis, tetapi lebih pada analitikal sehingga tidak seperti pekerjaan sehari-hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar